Senin, 18 November 2013

About Of Rainbow


Jaman dahulu kala, matahari hanya mau bersinar saat musim kemarau saja. Pada musim hujan, ia selalu bersembunyi. Tak ada yang tahu dimana letak matahari oleh karena awan-awan kelabu mendung menaungi permukaan bumi sepanjang musim. Hujan datang hampir setiap hari. Karena itulah, banyak padi dan tanaman lainnya yang rusak oleh banjir atau terendam.

Sebaliknya, di musim kemarau, hujan hampir tak kunjung-kunjung tiba. Hanya terik matahari yang panas meranggas sepanjang musim. Alam sangat tak bersahabat pada manusia jaman itu.

Menurut cerita tetua-tetua, Matahari  takut dengan hujan. Layaknya api yang berkobar pasti akan padam oleh limbahan air. Karena itulah ia bersembunyi di balik awan dan hanya mau muncul bersinar bila tak ada setitik hujan pun. Dan mereka semua setuju lebih baik begini daripada matahari padam selamanya.

Namun, seorang bocah tangguh dan pemberani bernama Pi, tak mempercayai cerita itu. Ia yakin matahari takkan padam oleh hujan. Karena itulah nanti saat besar, ia bertekad akan terbang ke matahari dan membujuknya agar bersinar di musim hujan.

Bertahun-tahun kemudian, Pi tumbuh menjadi pemuda gagah dan tak mengenal takut. Para tetua-tetua membujuknya agar mengurungkan niatnya dengan berbagai macam cara, termasuk menawarkan gadis-gadis, rumah, tanah dan lain-lain. Namun Pi tak terbujuk. Tekadnya bagaikan batu karang.

Suatu hari di musim hujan, ia mulai perjalanannya dengan mendaki gunung tertinggi. Setelah itu, ia meminta pertolongan seekor elang raksasa untuk menerbangkannya ke matahari. Sang elang setuju dan segera mereka melesat menembus awan-awan kelabu.

Pi mencari-cari matahari di antara awan-awan mendung. Namun setiap kali ia melihatnya, sang matahari selalu menghilang di balik awan. Pi dan sang elang berkejar-kejaran dengan matahari beberapa lama sebelum akhirnya sang elang lelah dan tak sanggup lagi. Namun Pi tak menyerah.

Saat matahari kembali muncul, ia melompat dari elang dan menghujam ke arah
matahari. Mereka bergelut di angkasa beberapa lama, hingga akhirnya mereka berada di bawah awan-awan mendung. Tubuh Pi terbakar seluruhnya, tetapi sebelum lenyap, ia tersenyum memandang matahari yang akhirnya sadar bahwa ia takkan padam didera hujan.

Bahkan, sinarnya mulai memancarkan warna-warna lain yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Ada biru, merah, hijau, kuning, dan sebagainya. Manusia-manusia di bawah terkejut begitu melihat pancaran sinar matahari yang berwarna-warni memenuhi langit yang tak lagi hanya kelabu. Mereka semua seakan-akan terhipnotis, tak berkedip.

Belum pernah sesuatu yang seindah ini terpampang di depan mata mereka. Bahkan beberapa di antara mereka berlinangan air mata.
Sejak itu, matahari tak lagi merasa takut terhadap hujan. Walaupun tak setiap hari, matahari sekali-kali menampakkan dirinya di kala hujan dan pancaran sinar warna-warni selalu terbentuk dan menghiasi angkasa.

Para tetua-tetua menamai sinar warna-warni itu sesuai nama sang pemuda pemberani tersebut, Pi. Namun sang elang raksasa protes, toh ia ikut membantu mewujudkannya walau hanya setengah jalan. Setelah ramai berdebat dan berdiskusi diantara mereka, akhirnya mereka setujui menamakannya dengan Pelangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar